Harusnya Masih Bermain, Tapi 5 Anak-anak Ini Justru jadi Tulang Punggung Utama Keluarganya

Hidup dalam keterbatasan membuat banyak dari anak-anak di Indonesia yang harus rela menukar masa bermain-main mereka dengan bekerja. Tak hanya sekedar mencari nafkah, mereka bahkan menjadi tulang punggung yang menghidupi keluarganya. Suka duka dirasakan dengan ikhlas demi mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Tak mudah menjadi tulang punggung keluarga di usia muda. Beberapa dari mereka juga terkadang harus menahan keinginannya untuk merasakan indahnya bermain sebagaimana anak-anak pada umumnya. Justru dari perjuangan inilah yang kemudian mengundang rasa haru sekaligus bangga terhadap mereka.

Sponsored Ad

Bocah kelas 2 SD yang tak lelah berjualan bakso pikul

Bersekolah sambil jualan bakso mungkin tak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Erwin. Bocah kelas 2 sekolah dasar di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al Muttaqin Desa Cinta Negara Kecamatan Cisurupan, Garut, Jawa Barat. Kedua orangtuanya yang merantau ke luar kota, membuat dirinya harus berjuang hidup dengan jualan bakso sambil bersekolah.

Muhammad Saputra berjualan cilok demi adik-adiknya di rumah

Sponsored Ad

Kisah Muhammad Saputra yang sempat viral di dunia maya, membuat dirinya diundang ke acara Hitam Putih. Sebagai seorang anak yatim piatu, perjuangannya berjualan cilok sambil bersekolah dinilai sangat inspiratif. Sebagai tulang punggung keluarga, Saputra membantu sang kakak untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Menempuh puluhan kilometer untuk jajakan makaroni demi kesembuhan sang ibu

Bocah lainnya yang harus berjuang hidup dengan berjualan adalah Eko Adi Prasetyo. Duduk di bangku kelas 2 sekolah dasar, ia berkeliling mengayuh sepeda puluhan kilometer untuk menjajakan makaroni. Masuk keluar kampung di daerah di Pedurungan Tengah, Semarang, Jawa Tengah, demi kesembuhan sang ibu yang menderita batu ginjal dan adiknya kecilnya.

Sponsored Ad

Menjadi tulang punggung keluarga sebagai tukang aspal jalan

Kerja keras di usia muda juga dirasakan oleh Juwadi. Bocah 15 tahun asal Dukuh Malibari, Desa Ngargoloko, Kecamatan Ampel, Boyolali, Jawa Tengah tersebut, bermandi peluh sebagai aspal serabutan. Pekerjaan tersebut dilakoninya demi menghidupi seorang ibu dan empat orang adiknya. Ya, Juwadi adalah tulang punggung keluarganya.

Bekerja keras demi sesuap nasi untuk ibu dan adiknya

Sponsored Ad

Sebuah bentuk ketabahan yang luar biasa ditunjukkan oleh seorang bocah bernama Riko. Sang ayah yang telah meninggal dunia sejak tiga tahu silam, membuatnya harus bekerja keras sebagai penjual ikan dan pencari rumput laut di usia delapan tahun. Hasil yang didapat oleh bocah asal Kota Baubau, Sulawesi Tenggara itu, disisihkan untuk membantu sang ibu yang menderita sakit dan mencukupi kebutuhan adiknya.

Teringat akan penggalan lirik lagu yang berbunyi “Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu” dari iwan Fals yang berjudul Sore di Tugu Pancoran, sedikit banyak menggambarkan realita kehidupan anak-anak di atas. Di mana mereka seharusnya menikmati waktu bertumbuh sebagai anak-anak, namun harus rela menukar masa-masa itu dengan kerja keras.


Sumber: Linetoday

Kamu Mungkin Suka